Rabu, 27 Agustus 2014

Komplain dan Fetakompli: Musuh Besar Psikologis Manusia

Tadi pagi, ada peristiwa yang menginspirasi saya untuk menulis article ini. Saya hendak meminta peluru dan sasaran tetapi saya tunda karena pelatih saya sedang telepon lama sekali. Akhirnya saya tinggal ganti baju dulu, sampai saya kembali pun belum selesai. Karena menurut saya mengajak bicara saat orang sedang telepon itu tidak sopan. Saya tunggu sampai teleponnya selesai, ternyata telepon itu meminta orang yang bertugas menjaga pasokan untuk mengambil sasaran dan peluru. Spontan saya bilang, "lho pak, saya juga". Disitulah saya dimarahi, kenapa nggak daritadi? orang yang bertugas pun juga memarahi saya, kenapa nggak pagian bilangnya? Disinilah timbul sedikit konflik batin di benak saya, tapi karena saya mau latihan menembak ya saya cuekin aja. Saya agak penasaran, apa sih yang sebenarnya terjadi? Saya mencoba menganalisa kejadian tadi secara ilmiah. Ternyata hubungannya erat dengan menembak, terutama bagian psikologis.

Kejadian diatas biasanya sebagai fetakompli (fait accompli dalam istilah asing), dimana kita di hadapkan atau lebih tepatnya di jebak secara terang-terangan untuk tidak boleh tidak, bahwa kita harus setuju atas apapun yang dia ucapkan atau dia lakukan dengan standar yang dia buat sendiri secara sepihak. Dengan kata lain kita di benturkan pada dua buah pilihan yang sama-sama bukan merupakan pilihan yang tepat. Kita di “skak mat”.

Jadi ternyata saya di "skak mat". Saya bersyukur saya tidak merespon kejadian seperti itu. Karena ternyata
jika saya merespon toh tidak akan ada hasilnya positifnya karena saya sudah di"vonis" salah. Dan apabila saya memaksakan untuk merespon atau menjelaskan alasan saya apapun versinya, tetap akan dinilai salah dan ujung-ujungnya malah menjurus ke komplain(protes). Padahal komplain/protes itu dekat sekali dengan konflik psikologis. Malahan dampaknya lebih besar. Ini dia ulasannya.

Komplain/protes berarti hanya memikirkan yang negatif. Masalahnya ada pada sudut pandang melihat masalah bukan pada solusinya. Orang protes itu seperti menyerah atau tidak peduli pada apapun selain keadaan yang dialaminya.

Orang yang berpikir positif yang menolak untuk komplain, memiliki pikiran yang tetap positif meskipun keadaan tidak seperti yang mereka inginkan. Sekalipun halangan menghadang, mereka tetap percaya bahwa keadaan akan jadi lebih baik. Tapi mereka tidak hanya mempercayai, mereka juga bertindak.

Banyak hal yang akan tidak sejalan dengan apa yang diinginkan. Apapun bisa terjadi, itu adalah proses yang alamiah. Dan sebaiknya dihadapi dengan bijak. Bisa dengan melihat dari perspektif yang lebih “segar” atau melakukan hal-hal yang positif.

 “Great minds discuss ideas, average minds discuss events; small minds discuss people.” Eleanor Roosevelt (Pikiran besar mendiskusikan ide, pikiran rata-rata mendiskusikan masalah; pikiran kecil membahas orang lain)

4 hal yang dapat dilakukan daripada complain:
-          Buat pro dan kontra dari masalah anda  dan carilah solusi
-          Buat tujuan yang jelas dan realistis
-          Lakukan sesuatu yang membuat bahagia
-          Buat daftar hal-hal positif

Sebenarnya ulasan diatas lebih general atau umum, tidak spesifik membahas kejadian diatas. Tapi kejadian diatas menginspirasi untuk belajar dari hal-hal kecil sehari-hari. Kalau disimpulkan, shooting is positive thinking. Menembak = berpikir positif. Jika tidak terbiasa positive thinking di kehidupan sehari-hari, otak kita tidak akan terbiasa berpikir positif di garis tembak. Jadi ayo tetap postif kawans!

Salam Olahraga!

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar